Dikotomi Kesehatan atau Ekonomi, Indonesia di Ambang Resesi


Dikotomi apakah kesehatan atau ekonomi yang lebih penting menjadi perbincangan hangat saat ini di dunia termasuk Indonesia. Kesehatan itu sangat penting, karena kalau sampai sakit maka orang tidak akan bisa bekerja. Begitu juga ekonomi, kalau dompet tidak ada isinya, bagaimana orang bisa makan makanan bergizi, pada akhirnya akan jatuh sakit juga. Berdebat mengenai mana yang lebih penting apakah kesehatan atau ekonomi seperti mempertanyakan mana yang lebih dulu ada, ayam apa telur. Sejatinya, perekonomian Indonesia sudah di ambang resesi ekonomi akibat Pandemi Covid-19.

Tanpa terjebak pada dikotomi kesehatan atau ekonomi, dua-duanya adalah sangat penting. Dua-duanya harus berjalan beriringan, ibarat pedal gas dan rem. Penerapan protokol kesehatan jangan sampai mematikan aktifitas ekonomi masyarakat, dan begitu juga sebaliknya jangan sampai aktifitas ekonomi masyarakat memicu ledakan kasus baru Positif Covid-19.

Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi positif 2,93% pada kuartal pertama (bulan Januari sampai Maret) tahun 2020. Pada kuartal kedua (bulan April sampai Juni) tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksi banyak pihak mengalami kontraksi alias minus 4 sampai 6% year on year. Apabila pada kuartal ketiga (bulan Juli sampai September) tahun 2020 ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia berlanjut mengalami minus atau kontraksi, maka Indonesia secara resmi mengalami resesi ekonomi. Secara teori dan teknikal, apabila suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi negatif dua kuartal berturut-turut, maka negara tersebut resmi dinyatakan resesi. Resesi bahasa lainnya adalah krisis, yaitu suatu keadaan dimana kegiatan ekonomi di suatu negara mengalami penurunan tajam, ditandai dengan penurunan tingkat daya beli masyarakat, tingkat pengangguran meningkat, penurunan indeks pasar modal, harga-harga barang menurun (deflasi) dan sektor dunia usaha lesu sekali.

Mari berkaca pada negara-negara lain yang sudah resmi resesi selama pandemi covid-19 seperti Singapura, Korea Selatan, Jepang, Jerman, Australia dan masih banyak lagi negara yang akan menyusul. Singapura yang secara geografis sangat berdekatan dengan Indonesia resmi mengalami resesi ekonomi karena pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal pertama dan kedua tahun 2020 ini mengalami kontraksi alias minus. Kuartal I tahun 2020, Ekonomi Singapura mengalami kontraksi 3,3%, lalu pada kuartal II tahun 2020 kembali mengalami kontraksi lebih dalam menjadi minus 41%. Korea Selatan, pada kuartal I tahun 2020 mengalami pertumbuhan PDB negatif sebesar minus 1,3%, dan pada kuartal II tahun 2020 mengalami kontraksi lagi sebesar minus 3,3%. Jepang, salah satu negara yang duluan terkena resesi, karena pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV tahun 2019 mengalami kontraksi sebesar minus 6,4%. Lanjut pada kuartal I tahun 2020, ekonomi negeri sakura tersebut terkontraksi kembali sebesar minus 3,4%. Jerman, sama seperti Jepang mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi sebesar minus 0,1% pada kuartal IV tahun 2019 dan berlanjut mengalami kontraksi sebesar minus 2,2% pada kuartal I tahun 2020. Dan Australia juga mengalami pertumbuhan PDB negatif pada kuartal I tahun 2020 yaitu sebesar minus 0,3%, dan pada kuartal II tahun 2020 juga akan mengalami kontraksi lebih dalam sekitar minus 7 sampai 9% sesuai proyeksi pemerintah bersama ekonom. Artinya Singapura, Korea Selatan, Jepang, Jerman, dan Australia mengalami pertumbuhan ekonomi negatif selama 2 kuartal berturut-turut, dengan kata lain secara resmi mengalami resesi ekonomi.

Bagaimana cara agar Indonesia bisa terlepas dari resesi ekonomi, tentu yang pertama kali adalah bangsa ini harus berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar terhindar dari resesi. Karena apapun yang bangsa dan negara ini rencanakan bila Tuhan punya rencana lain maka tidak akan tercapai. Kedua, sektor yang harus digenjot adalah konsumsi baik rumah tangga maupun belanja pemerintah. Sekitar separo PDB Indonesia ditopang oleh sektor konsumsi. Ketiga, bangga menggunakan produk buatan sendiri. Dengan kata lain, produk dalam negeri lebih terserap yang berdampak positif pada pertumbuhan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Keempat, menjaga neraca perdagangan ekspor-impor Indonesia agar tetap surplus. Dari kuartal I sampai kuartal II tahun 2020, neraca perdagangan selalu mengalami surplus. Kelima, fokus pada pengendalian dan pencegahan penyakit Covid-19. Dengan terkendali dan melandainya kasus positif Covid-19, maka aktifitas ekonomi masyarakat akan kembali bergairah yang pada gilirannya akan menghindarkan Ekonomi Indonesia dari resesi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan GoFood, GoMart, GoShop dan GoMall

Ada 317 Juta Rekening pada 1.871 Bank Dijamin LPS

Bukti Kepemilikan Kendaraan Alat Berat